Rabu, 06 Juli 2011

REVOLUSI ILMIAH


REVOLUSI ILMIAH THOMAS KUHN
Masih segar dalam benak kita akan adanya shifting paradigms dalam wacana logika dan metafisika. Pemikiran logika telah berkembang dari logika formal Aristoteles, logika matematika Descartes, logika transcendental Kant, hingga logika simbolik Pierce. Dalam metafisika juga terjadi letupan ide-ide dari being qua being (rasionalisme), being as a perceived being (empirisme), being nothing and becoming (fenomonologi), being and time (eksistensialisme), hingga being as process (pragmatisme).
Munculnya sebuah buku “Structure of Scientific Revolutions” pada tahun 1962, yang dikreasi oleh seorang tokoh yang dilahirkan di Cincinnati, Ohaio. Dia adalah Thomas Kuhn. Pada tahun 1922 Kuhn belajar Fisika di Havard University, kemudian melanjutkan studinya di pascasarjana, dan memutuskan pindah ke bidang sejarah ilmu.
“Structure of Scientific Revolutions”, banyak mengubah persepsi orang terhadap apa yang dinamakan ilmu. Jika sebagian orang mengatakan bahwa pergerakan ilmu itu bersifat linier-akumulatif, maka tidak demikian halnya dalam penglihatan Kuhn.
Menurut kuhn, ilmu bergerak melalui tahapan-tahapan yang akan berpuncak pada kondisi normal dan kemudian “membusuk” karena telah digantikan oleh ilmu atau paradigma baru. Demikian selanjutnya. Paradigma baru mengancam paradigma lama yang sebelumnya juga menjadi paradigma baru.
Dalam sejarah perkembangan ilmu pengetahuan (epistemologi), paradigma epistemologi positivistik telah mengakar kuat selama berpuluh-puluh tahun, hingga akhirnya setelah sekitar dua atau tiga dasawarsa terakhir ini muncul perkembangan baru dalam filsafat ilmu pengetahuan sebagai bentuk upaya pendobrakan atas teori-teori yang lama. Pendobrakan atas filsafat ilmu pengetahuan positivistik ini dipelopori oleh tokoh-tokoh seperti: Thomas Kuhn, Stepehen Toulmin, serta Imre Lakatos. Ciri khas yang membedakan model filsafat ilmu baru ini dengan model-model terdahulu adalah adanya perhatian besar terhadap sejarah ilmu dan peranan ilmu dalam upaya mendapatkan serta mengonstruksikan bentuk ilmu pengetahuan dan kegiatan ilmiah yang sesungguhnya terjadi. Sejarah ilmu pada dasarnya merupakan disiplin ilmu yang relayif masih baru. Pada awal perkembangannya, bidang ini ditangani dan dikembangkan oleh ahli-ahli dari bidang ilmu lainnya, seperti ahli fisika. Thomas Kuhn sendiri dengan latar belakang orang fisika mencoba memberikan wacana tentang sejarah ilmu ini sebagai starting point dan kacamata utama dalam menyoroti permasalahan-permasalahan fundamental dalam epistemologi yang selama ini masih menjadi teka-teki. Dengan kejernihan dan kecerdasan pikirannya, ia menegaskan bahwa sains pada dasarnya lebih dicirikan oleh paradigma dan revolusi yang menyertainya.
Dengan konsep pemikirannya ini, Thomas Kuhn tidak hanya sekedar memberikan kontribusi besar dalam sejarah dan filsafat ilmu, tetapi lebih dari itu, dia telah menggagas teori-teori yang mempunyai implikasi luas dalam ilmu-ilmu sosial, seni, politik, pendidikan bahkan ilmu-ilmu keagamaan dll.
Oleh karena itu, pada pembahasan makalah ini, akan saya fokuskan pada revolusi ilmiah yang telah dilakukan Thomas Kuhn dan relevansinya bagi ilmu-ilmu keagamaan.

A. KERANGKA EPISTEMOLOGI THOMAS KUHN.
I. URGENSI SEJARAH ILMU.
Pada pendahuluan diatas telah saya singgung bahwa sosok Thomas Kuhn adalah mula-mula sebagai seorang ahli fisika yang dalam perkembangannya mendalami sejarah ilmu dan filsafat ilmu. Karena begitu antusiasnya kepada kesadaran akan pentingnya sejarah ilmu, ia bahkan mengklaim bahwa filsafat ilmu sebaiknya berguru kepada sejarah ilmu yang baru.
Pada tahun 1950-an, ketika Kuhn memulai studi sejarah ilmu pengetahuan, sejarah ilmu pengetahuan masih muda disiplin akademis. Meskipun demikian, itu menjadi jelas bahwa perubahan ilmiah tidak selalu langsung sebagai standar, pandangan tradisional akan memilikinya. Kuhn adalah yang pertama dan penulis paling penting untuk mengartikulasikan sebuah alternatif dikembangkan nilai dalam filsafat ilmu. Kuhn sepenuhnya sadar akan pentingnya inovasi-nya untuk filsafat, dan memang pekerjaannya disebut 'sejarah untuk tujuan filosofis'.
Gagasan Thomas Kuhn ini sekaligus merupakan tanggapan terhadap pendekatan Popper pada filsafat ilmu pengetahuan. Menurut Kuhn, popper memutar balikkan kenyataan dengan terlebih dahulu menguraikan terjadinya ilmu empiris melalui jalan hipotesis yang disusul dengan upaya falsifikasi. Namun Popper justru menempatkan sejarah ilmu pengetahuan sebagai contoh untuk menjustifikasi teorinya.
Hal ini sangat bertolak belakang dengan pola pikir Thomas Kuhn yang lebih mengutamakan sejarah ilmu sebagai titik awal segala penyelidikan. Dengan demikian filsafat ilmu diharapkan bisa semakin mendekati kenyataan ilmu dan aktifitas ilmiah yang sesungguhnya.Begitu urgensinya sejarah ilmu ini dalam membuktikan teori-teori atau sistem, dapat menghantarkan kemajuan revolusi-revolusi ilmiah. Menurut Thomas Kuhn bahwa kemajuan ilmiah itu pertama-tama bersifat revolusioner, bukan maju secara kumulatif.

II. PARADIGMA DAN NORMAL SCIENCE
Thomas Samuel Kuhn (1922-1996) setelah menulis panjang lebar tentang sejarah ilmu pengetahuan, dan mengembangkan beberapa gagasan penting dalam filsafat ilmu pengetahuan. Ia paling terkenal karena bukunya The Structure of Scientific Revolutions di mana ia menyampaikan gagasan bahwa sains tidak "berkembang secara bertahap menuju kebenaran", tapi malah mengalami revolusi periodik yang dia sebut pergeseran paradigma. Analisis Kuhn tentang sejarah ilmu pengetahuan menunjukkan kepadanya bahwa praktek ilmu datang dalam tiga fase; yaitu:
1) Tahap pertama, tahap pra-ilmiah, yang mengalami hanya sekali dimana tidak ada konsensus tentang teori apapun. penjelasan Fase ini umumnya ditandai oleh beberapa teori yang tidak sesuai dan tidak lengkap. Akhirnya salah satu dari teori ini "menang".
2) Tahap kedua, Normal Science. Seorang ilmuwan yang bekerja dalam fase ini memiliki teori override (kumpulan teori) yang oleh Kuhn disebut sebagai paradigma. Dalam ilmu pengetahuan normal, tugas ilmuwan adalah rumit, memperluas, dan lebih membenarkan paradigma. Akhirnya, bagaimanapun, masalah muncul, dan teori ini diubah dalam ad hoc cara untuk mengakomodasi bukti eksperimental yang mungkin tampaknya bertentangan dengan teori asli. Akhirnya, teori penjelasan saat ini gagal untuk menjelaskan beberapa fenomena atau kelompok daripadanya, dan seseorang mengusulkan penggantian atau redefinisi dari teori ini.
3) Tahap ketiga, pergeseran paradigma, mengantar pada periode baru ilmu pengetahuan revolusioner. Kuhn percaya bahwa semua bidang ilmiah melalui pergeseran paradigma ini berkali-kali, seperti teori-teori baru menggantikan yang lama.
Sebagi contoh fenomena adanya pergeseran paradigma ini adalah tentang saran Copernicus bahwa bumi berputar mengelilingi matahari, bukan saran Ptolemeus bahwa Matahari (dan planet-planet lain dan bintang-bintang) berputar mengelilingi bumi. Sebelum Copernicus ada set yang rumit epicycles (lingkaran di atas lingkaran) yang digunakan untuk memprediksi pergerakan 'benda langit'. Epicyclic asli Ptolmey kombinasi itu, oleh Abad Pertengahan, menjadi terlihat kurang memadai, dan 'memperbaiki'; oleh astronom kemudian lebih dan lebih rumit. Copernicus menawarkan kembali ke pandangan alternatif (disarankan oleh banyak orang di Antiquity), tetapi dengan lebih data yang lebih baik untuk mendukungnya; account baru ini menurunkan kompleksitas teori yang diperlukan untuk menjelaskan pengamatan yang tersedia. Tentu saja, sekali oleh Copernicus 'teori ini diterima oleh para astronom lain, itu diantara masuk periode baru' sains normal '. Penyempitan ditambahkan oleh Kepler dan Newton berpegang pada paradigma baru. Contoh-contoh lainnya yang lebih baru adalah penerimaan Einstein relativitas umum untuk menggantikan Newton tentang gravitasi pada tahun 1920 dan 1930; dan lempeng tektonik Wegener tahun 1960 oleh ahli geologi.
Menurut Kuhn, ilmu sebelum dan sesudah pergeseran paradigma begitu jauh berbeda melihat teori-teori mereka yang tak tertandingi - pergeseran paradigma tidak hanya mengubah satu teori, hal itu akan mengubah cara bahwa kata-kata yang didefinisikan, cara para ilmuwan melihat mereka subjek, dan mungkin yang paling penting pertanyaan-pertanyaan yang dianggap sah, dan aturan-aturan yang digunakan untuk menentukan kebenaran suatu teori tertentu.
Contoh lain dari pergeseran paradigma dalam ilmu alam yaitu beberapa "kasus-kasus klasik" dari pergeseran paradigma Kuhn dalam ilmu pengetahuan adalah:
1) Penerimaan teori Biogenesis, bahwa semua kehidupan berasal dari kehidupan, yang bertentangan dengan teori generasi spontan, yang dimulai pada abad ke-17 dan tidak lengkap hingga abad ke-19 dengan Pasteur.
2) Penerimaan teori seleksi alam Charles Darwin digantikan Lamarckism sebagai mekanisme evolusi.
3) Transisi antara pandangan dunia fisika Newton dan pandangan dunia relativistik Einstein.
Adapun contoh dalam bidang ilmu-ilmu sosial diantaranya tentang : The Keynesian Revolution yang biasanya dipandang sebagai pergeseran besar dalam makroekonomi. Menurut John Kenneth Galbraith mengatakan, Hukum didominasi pemikiran ekonomi sebelum Keynes selama lebih dari satu abad, dan peralihan ke Keynesianisme sangat sulit. Ekonom yang bertentangan dengan hukum, yang disimpulkan bahwa setengah pengangguran dan kurangnya investasi (ditambah dengan oversaving) adalah tidak mungkin, berisiko kehilangan karier mereka. Dalam magnum opus, Keynes dikutip salah seorang pendahulunya, JA Hobson, yang berulang-ulang menyangkal posisi di universitas untuk teori sesat. Monetarists berpendapat bahwa kebijakan fiskal tidak penting bagi stabilisasi ekonomi, berbeda dengan Keynes pandangan bahwa baik kebijakan fiskal dan moneter yang penting.
Konsep sentral dari teori/epistemologi filsafat Thomas Kuhn adalah pada istilah yang dinamakan “paradigma”. Istilah ini tidak dijelaskan secara konsisten, sehingga dalam berbagai keterangannya sering berubah konteks dan arti. Ada dua perbedaan fundamental terhadap istilah paradigma yang digunakan oleh Kuhn, yaitu:
1) Paradigma ialah apa yang akan kita paparkan dari pengujian perilaku anggota-anggota masyarakat ilmiah yang telah ditentukan sebelumnya.
2) Paradigma dipakai sebagai keseluruhan konstelasi keyakinan, nilai, teknik, dan lain-lain yang telah dilakukan anggota-anggota masyarakat yang telah diakui.
Paradigma ini membimbing kegiatan ilmiah dalam masa sains normal, dimana para ilmuan berkesempatan menjabarkan dan mengembangkannya secara terperinci dan mendalam, karena disibukkan dengan hal-hal yang mendasar. Pada Sains normal "memberi arti secara tegas penelitian yang berdasarkan satu atau lebih melewati prestasi ilmiah, prestasi bahwa komunitas ilmiah tertentu mengakui untuk sementara waktu sebagai menyediakan dasar untuk berlatih lebih lanjut". Dalam tahapan ini, seorang ilmuan tidak bersikap kritis terhadap paradigma yang membimbing aktivitas ilmiahnya, dan selama menjalankan riset ini, ilmuan bisa menjumpai berbagai fenomena yang tidak bisa diterangkan dengan teorinya.Inilah yang disebut dengan anomali. Dalam konsep paradigma membantu komunitas ilmiah untuk mengikat disiplin mereka dalam membantu para ilmuwan untuk :
1) membuat jalan penyelidikan.
2) Merumuskan pertanyaan
3) Memilih metode yang digunakan untuk memeriksa pertanyaan-pertanyaan
4) Mendefinisikan bidang relevansi
5) Membangun / menciptakan makna.
Sebuah paradigma membimbing seluruh kelompok riset, dan inilah kriteria yang paling jelas menyatakan bidang ilmu. Berbagai transformasi paradigma adalah bagian fari revolusi sains, sedangkan transisi yang berurutan dari paradigma yang satu ke paradigma yang lain melalui revolusi adalah pengembangan yang biasa dan sains yang telah matang.

III. ANOMALI DAN MUNCULNYA PENEMUAN BARU.
Data anomali berperan besar dalam memunculkan sebuah penemuan baru yang diawali dengan kegiatan ilmiah. Dalam keterkaitan ini, Kuhn menguraikan 2 macam kegiatan ilmiah yaitu:
1) Puzzle solving
Dalam puzzle solving, para ilmuan membuat percobaan dan mengadakan observasi yang tujuannya untuk memcahkan teka-teki, bukan mencari kebenaran. Bila paradigmanya tidak dapat digunakan untuk memecahkan persoalan penting atau malah berefek konflik, maka suatu paradigma baru harus diciptakan/dimunculkan.
2) Penemuan paradigma baru
Penemuan baru bukanlah peristiwa-peristiwa terasing, melainkan episode-episode yang diperluas dengan struktur yang berulang secara teratur. Penemuan diawali dengan kesadaran akan anomali, yakni dengan pengakuan bahwa alam dengan suatu cara telah melanggar pengharapan yang didorong oleh paradigma yang menguasai sains yang normal. Kemudian ia berlanjut dengan eksplorasi yang sedikit banyak diperluas pada wilayah anomali. Dan ia hanya berakhir jika teori atau paradigma itu telah disesuaikan sehingga yang menyimpang itu menjadi yang diharapkan. Jadi, intinya bahwa dalam penemuan baru harus ada penyesuaian antara fakta dengan teori yang baru. Dari teori ini Thomas Kuhn memberikan definisi yang berbeda antara discovery dan invention. Yang dimaksud discovery adalah kebaruan faktual (penemuan), sedang invention adalah kebaruan teori (penciptaan) yang mana keduanya saling terjalin erat satu sama lain.

IV. REVOLUSI ILMIAH: PERMASALAHAN DAN KEUTAMAANNYA
Pada uraian diatas telah saya singgung tentang revolusi sains (revolusi ilmiah) yang muncul karena adanya anomali dalam riset ilmiah yang dirasakan semakin parah, dan munculnya krisis yang tidak dapat diselesaikan oleh paradigma yang dijadikan sebagai referensi riset. Revolusi sains disini merupakan sebuah episode perkembangan non-kumulatif yang didalamnya terangkum sebuah paradigma lama yang diganti sebagian atau keseluruhan dengan paradigma baru (yang bertentangan). Adanya revolusi sains bukanlah hal yang berjalan mulus tanpa hambatan, namun kerap kali ada pro-kontra serta gesekan-gesekan dari masyarakat yang menyertainya. Sebagai contoh: misalnya mengenai perdebatan antara pendukung Aristoteles dengan pendkung Galileo dalam melihat benda berayun. Aristoteles membuat teori bahwa benda berayun itu hanyalah jatuh dengan kesulitan karena tertahan oleh rantai. Sedang Galileo memandang benda yang berayun itu dari sisi pendulumnya.
Dalam pemilihan paradigma tidak ada standar baku melainkan hanyalah menyesuaikan diri terhadap persetujuan masyarakat. Adanya revolusi sains dengan berbagai teori argumentatifnya akan membentuk masyarakat sains. Oleh karena itu, permasalahan paradigma / munculnya paradigma baru sebagai akibat dari revolusi sains tiada lain hanyalah sebuah konsensus atau kesepakatan yang sangat ditentukan oleh retorika di kalangan akademisi atau masyarakat itu sendiri. Sejauh mana paradigma baru itu diterima oleh mayoritas masyarakat sains, maka disitulah revolusi sains (revolusi ilmiah) akan terwujud. Selama proses revolusi, para ilmuan melihat hal-hal baru dan berbeda dengan ketika menggunakan instrument-instrument yang sangat dikenalnya untuk melihat tempat-tempat yang pernah dilihatnya. Seakan-akan masyarakat professional itu tiba-tiba dipindahkan ke daerah lain dimana objek-objek yang sangat dikenal sebelumnya tampak dalam penerangan yang berbeda dan juga berbaur dengan objek-objek yang tidak dikenal. Kalaupun ada ilmuan atau sebagian kecil ilmuan yang tidak mau menerima paradigma yang baru sebagai landasan risetnya, dan ia tetap bertahan pada paradigma yang telah dibongkar yang sudah tidak mendapat legitimasi dari masyarakat sains, maka aktifitas-aktifitas risetnya hanya merupakan taitologi yang tidak nermanfaat sama sekali. Inilah yang dinamakan perlunya revolusi ilmiah.


Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Design Blog, Make Online Money