Minggu, 27 Februari 2011

FILSAFAT

POSTMODERNIS CILIK
Anak saya Isaac, sewaktu berusia 23 bulan dan masih terlalu kecil untuk memahami hari-hari dalam seminggu, telah mulai menyadari suatu pola di sekitarnya: panekuk berarti hari Sabtu, bunyi jam weker David berarti hari sekolah, bila setiap orang berpakaian bagus berarti perjalanan menuju tempat penitipan anak di gereja, yang tidak disukainya.
Hari itu hari Minggu. Kami telah berganti pakaian dan siap ke gereja. Saya sedang menghirup kopi dan membaca koran bagian rubrik olahraga di meja makan ketika Isaac bertanya, "Yah, sekarang hari apa?"
"Isaac," jawab saya dari balik koran, "Sekarang Minggu pagi. Hari ini kita akan pergi ke gereja." Saya menghirup kopi sekali lagi.
"Minggu itu apa?" tanyanya.
"Minggu adalah hari pertama dalam sepekan, dan itulah hari Tuhan."
"Kemarin hari apa?"
"Hmm ... Isaac, kemarin hari Sabtu, akhir pekan, hari Sabat orang Yahudi."
"Hari ini hari apa?" ulang Isaac.
"Hari ini harinya Tuhan, Isaac. Hari yang kita rayakan untuk memperingati kebangkitan Tuhan, hari saat Dia bangkit dengan penuh kemenangan atas maut dan kubur. Inilah hari Sabat orang kristiani." Saya meliriknya dari balik koran. Saya bangga bisa memberikan jawaban ini sambil membaca berita tentang kemenangan kelompok Wildcat atas Georgia.
Sebaliknya, Isaac malah mengernyitkan alis dan merenung, kemudian menghela napas panjang, pertanda ia sangat tidak puas dengan jawaban saya. Ia menyilangkan kedua lengannya yang montok dan mencondongkan tubuhnya ke arah saya, sampai sikunya menggilas Cheerios. "Bukan, Ayah," sanggahnya, "sekarang bukan hari Minggu."
"Maaf, Isaac, kenyataannya sekarang hari Minggu," sahut saya seraya membalik halaman koran.
Namun, Isaac telah membuat suatu keputusan. "Ini hari Kamis," ia mengumumkan.
Saya meletakkan koran yang saya baca, lalu saya tatap matanya. Saya memutuskan untuk menyisihkan aspek teologi dan segera menangani pokok persoalannya. "Isaac, sekarang hari Minggu dan kau harus ke gereja."
"Tidaaaaak!" katanya mempertahankan pendapat. "Sekarang hari Kamis."
"Isaac, sekarang hari Minggu."
"Kamis!"
"Minggu!" kata saya tidak mau kalah.
Leeann (istri saya) meletakkan selembar roti panggang di piring saya dan mengingatkan bahwa saya sedang berdebat dengan seorang anak berumur dua tahun. "Ingat," katanya sambil tersenyum, "berdebat dengan seorang anak berumur dua tahun tidak mungkin menang."
"Ayah," kata Isaac ngotot, "sekarang bukan hari Minggu ... karena ini hari Kamis -- bagiku."
Tiba-tiba terbersitlah kesadaran yang membuat saya melihat bahwa ini bukan diskusi tentang hari-hari dalam sepekan -- dan bukan sekadar tentang tempat penitipan anak. Ini merupakan diskusi tentang pandangan mengenai dunia. Selagi saya menatap matanya yang tak berkedip (saya juga tidak berkedip), semuanya jadi jelas: saya sedang berbicara dengan seorang postmodernis cilik! [Catatan: Postmodernis ialah orang yang berfaham menentang segala dogma dan aturan yang diyakini oleh orang lain karena menganggap ia bebas bertindak atau berpendapat apa saja.]
Bagaimana Pandangan Anda Tentang Dunia?
Hari Minggu benar-benar jadi hari Kamis! Isaac jelas-jelas telah menolak cerita saya tentang hari Minggu yang merupakan suatu metanarasi yang menindas, yakni suatu unjuk kekuatan yang dirancang untuk memaksanya tinggal di tempat penitipan anak yang tidak disukainya. Isaac, di usianya yang masih sangat muda, telah menolak atau tepatnya, memandang rendah segala realisme yang kritis! Pikiran saya melayang ke awang-awang.
"Halo, Michel Foucault? ... Ya, saya menelepon hanya untuk memberi tahu bahwa saya lihat anak laki-laki saya telah memakai kebebasan individunya untuk mendapatkan kesenangan sepuas-puasnya, padahal saya dan ibunya telah bersekongkol untuk melumpuhkan hasratnya dalam mengekspresikan keinginan .... Tidak, astaga, tidak, tidak begitu ya, ia menggunakan yogurt .... Hm-em, ya... ya... kelihatannya ia setuju dengan penilaian Beiner bahwa hukum adalah sama dengan penindasan, dan pembebasan dari tuduhan kriminal sama dengan kebebasan .... Tidak, kami tidak akan hadir di acara Pesta Dansa Amal Para Anarkis .... Ia harus dititipkan ke tempat penitipan anak -- ia baru berumur dua tahun, dan kami akan berusaha sebaik mungkin untuk menetapkan satu metanarasi padanya .... Terima kasih .... baiklah, ya ... tidak jadi masalah. Sampai jumpa."
Sewaktu saya mengamati pengungkapan relativistis Isaac yang ia nyatakan dengan mengusapkan yogurt rasberi dan Cheerios bergantian di atas kepalanya, saya terus bertanya-tanya kesalahan apa yang telah Leeann dan saya lakukan. Apakah Isaac telah mulai menganut nihilisme [penolakan total atas semua organisasi sosial, politik, dan agama traditional serta nilai-nilai moral] karena kesalahan orangtua dalam mengasuhnya? Saya hampir tak dapat memahaminya.
Akan tetapi, mungkin, cuma mungkin, saya dan Leeann tidak salah. Mungkin, para realitivis bingung sekarang hari apa dan merekalah yang bertingkah laku seperti Isaac, dan bukan Isaac yang meniru mereka. Apakah mereka sedang melakukan pemberontakan kanak-kanak terhadap Allah? Mungkin mereka telah merancang suatu argumentasi untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan, bukan untuk memperoleh kebenaran.
Pandangan Dunia Berdasarkan Stiker Mobil
Dalam bukunya "The Universe Next Door", Jim Sire menuliskan, "Hanya sedikit orang yang melakukan pendekatan filsafat yang jelas, paling tidak seperti dicontohkan para filsuf besar. Bahkan saya kira lebih sedikit lagi orang yang memiliki pandangan teologi yang terkonstruksi dengan hati-hati. Namun, setiap orang memiliki pandangan dunia dalam benaknya." Bahkan anak-anak pun punya! Namun, ada masalah terbesar: dalam dunia nyata, kebanyakan orang menjalankan pandangan dunia yang belum teruji. Demikian pula saya. Saya seolah membentuk pandangan saya sendiri tentang dunia berdasarkan kata-kata klise dan slogan-slogan yang biasanya tertulis pada stiker mobil. Saya cenderung menyomot dan memilih kata-kata klise yang kedengarannya paling baik di antara berbagai pandangan dunia yang berlaku atau bahkan yang bertentangan. Saya memegang faham teisme ketika menghadiri pemakaman, faham eksistensialisme saat mencari sosok pahlawan, dan naturalisme ketika ke dokter. Kalau dicampur jadi satu, "isme-isme" ini menjadi sebuah pandangan dunia yang benar-benar baru, yang saya sebut pandangan dunia berdasarkan stiker mobil (disingkat pandangan dunia SM). Inilah prinsip dasar pandangan SM: segala sesuatu itu relatif, dan tak ada kebenaran mutlak, baik atau buruk: Anda memegang kebenaran Anda, dan saya memegang kebenaran saya. Namun, Anda salah kalau memercayai kemutlakan. Tidak baik menjadi seorang moralis atau orang yang suka menghakimi -- Alkitab pun berkata demikian. Terlalu fanatik pada ajaran agama juga tidak baik. Sebuah pandangan SM membenci orang-orang yang membenarkan diri sendiri -- mereka itu bodoh. (Ingat, Anda tak perlu mengkhawatirkan kontradiksi dalam pandangan SM.)
Pandangan SM meyakini bahwa ilmu pengetahuan adalah untuk dunia nyata sedangkan agama untuk dunia rohani, jadi jangan mencampuradukkan keduanya. Ilmu pengetahuan menyanggah Alkitab dan tentu saja Alkitab tidak mungkin membantah ilmu pengetahuan; Alkitab adalah untuk orang- orang yang "beriman". (Jadi, pastilah ilmu pengetahuan tidak membutuhkan iman!) Bagaimana pun, proses evolusi telah menghasilkan dunia yang menakjubkan. Kita merupakan perwujudan dari apa kita makan, kita dilahirkan untuk berbelanja, dan jajak pendapat merupakan satu- satunya sumber kebenaran dan moral karena hal itu ilmiah.
Menurut pandangan dunia SM kita telah sangat maju, bahkan melampaui orang-orang zaman dahulu karena kita tahu banyak hal yang tidak mereka ketahui. Alkitab juga ditulis dalam konteks bertahun-tahun yang lalu. Jadi tidak masalah kalau ada sedikit pemikiran keagamaan atau filosofi baru yang berharga. Meski ada hal-hal yang bertentangan, yang jelas segalanya menjadi lebih baik. Sebuah jajak pendapat telah membuktikan hal itu.
Pandangan dunia SM mengakui Yesus sebagai seorang guru besar moral, kecuali ajaran moral-Nya tentang uang, perceraian, orang miskin, dan bagaimana memperlakukan sesama. Orang Yahudi, Muslim, dan Kristiani, semuanya mengimani hal yang sama -- mereka hanya perlu saling bersikap baik dan menyadari bahwa semua agama hanya menempuh jalan yang berbeda, tetapi menuju puncak yang sama. Tidak masalah bila ada perbedaan-perbedaan ajaran agama mengenai surga, neraka, sejarah, dosa, kenyataan utama, dan bagaimana cara untuk sampai kepada Allah. Karena Allah yang baik tidak boleh, tidak dapat, dan tidak akan mengirimkan orang baik ke neraka, kita semua pasti akan masuk surga! Kecuali Hitler dan Stalin, tentu saja ... dan orang yang memotong jalan Anda minggu lalu. (Ingatlah selalu pada beberapa perkecualian itu). Selain orang-orang seperti itu, kita semua secara unik cukup baik ... unik seperti setiap orang lain. Dan karena kita semua baik, kita tidak butuh pengampunan -- rasa bersalah kita lah yang buruk, bukan kita. Lagi pula, kita kan cuma manusia. Jadi lakukanlah dan jadilah yang terbaik. Jangan pusingkan orang lain yang benar-benar menjadi seorang yang rasis, atau pemerkosa, dan yang lain ahli dalam penipuan pajak. (Mungkin itulah kebenaran menurut mereka; paling tidak itulah yang dikatakan Michael Foucault). Namun, jangan khawatir; Allah itu pengampun. Itu memang tugas-Nya. Dosa yang lain merupakan kesalahan orangtua Anda. Alangkah hebatnya sistem itu!
Ada masalah yang mengganjal dalam pikiran saya apabila saya menganut pandangan SM seperti di atas. Saya berpikir bahwa mungkin percampuran hal-hal klise yang membingungkan ini, hanyalah slogan. Mungkin ada Allah yang selalu mengamati dosa saya. Mungkin Dia membenci kesombongan dan kecongkakan saya yang tersembunyi. Mungkin Dia muak dengan kebiasaan saya yang suka membenarkan diri sendiri dan merasa paling benar. Mungkin Dia tidak menanggungkan dosa leluhur kepada saya sampai tibanya Hari Penghakiman. Pada hari itu, saya akan segera dibebaskan dari pengadilan. Dan hari itu merupakan hari yang disebut- sebut Yesus dengan penuh keyakinan, hari yang pasti akan datang karena hasil jajak pendapat terakhir membenarkan hal tersebut: setiap orang pasti mati. Hei, mungkin sekarang memang hari Minggu, dan bukan hari Kamis seperti yang dipercayai oleh pandangan SM!
Mengakhiri Pandangan Dunia Berdasarkan Stiker Mobil
Yesus selalu berbicara dengan memakai pengertian yang mendalam. Maka jika kita hanya puas dengan pandangan dunia yang semata-mata merupakan gabungan kata-kata klise dan kepalsuan sebagai suatu filosofi, itu berbahaya. Pandangan itu merupakan suatu sistem terselubung yang terpusat pada diri sendiri untuk membenarkan tindakan sesuatu yang diimpikan oleh anak berumur dua tahun.
Pandangan dunia SM sangat berbahaya bagi orang-orang kristiani -- orang-orang kristiani yang bermaksud baik, yang berhati baik -- karena tanpa sadar, kita bisa terjebak dan hidup dalam pandangan dunia SM yang tidak sesuai dengan Kitab Suci. Kita menjadi buta terhadap kenyataan rohani dalam dunia di sekitar kita. Yesus berkata,
"Apabila kamu melihat awan naik di sebelah barat, segera kamu berkata: Akan datang hujan, dan hal itu memang terjadi. Dan apabila kamu melihat angin selatan bertiup, kamu berkata: Hari akan panas terik, dan hal itu memang terjadi. Hai orang-orang munafik, rupa bumi dan langit kamu tahu menilainya, mengapakah kamu tidak dapat menilai zaman ini?" (Lukas 12:54-56).
Saya suka stiker mobil yang berbunyi, "Kita ini cukup muda; tapi apakah kita cukup cerdas?" Camkanlah ini: kalau kita boleh memilih, kita tidak ingin diberitahu mana yang benar dan mana yang salah, tidak beda jauh dengan Isaac yang enggan ke penitipan anak atau saya yang enggan membayar pajak. Semua ciptaan memberontak terhadap Allah. Tak seorang pun baik kecuali Allah. Menyerahkan hidup kita kepada Kristus berarti menyerahkan pikiran kita juga.
Saya ingin mengajukan sebuah permintaan. Pertama kepada Isaac, kemudian kepada siapa saja yang mau mendengarkan. Jauhilah semua kata klise yang pada mulanya terdengar bijak. Periksalah kata-kata tersebut dalam terang Kitab Suci. Perangilah pandangan dunia SM. Jadikan Injil sebagai pandangan dunia Anda: kenalilah, pelajarilah, dan hiduplah di dalamnya. Tenggelamkan diri Anda dalam pesan Injil Kristus, karena Injil Kristus dapat mengusir pandangan dunia yang membawa konflik dan pandangan dunia yang penuh persaingan dengan terang-Nya.
Kenyataannya, hari itu memang benar-benar hari Minggu, bahkan bagi Isaac. Tempat penitipan anak yang penuh dengan mainan dan kehadiran anak-anak lain telah meyakinkannya. Kita yang terlalu terikat dengan pandangan dunia kita sendiri akan lebih sulit berubah. Jangan salah: ada kalanya sukar membangun pandangan berdasarkan Injil, seperti yang ditulis G. K. Chesterton,
"Bukan karena kekristenan telah dicoba dan ternyata di situ terdapat kekurangan, tetapi karena kekristenan terbukti sukar untuk dipraktikkan, karenanya tak pernah dicoba."
Namun, pada akhirnya kekristenan memberikan pencerahan. Tak perlu lagi jajak pendapat.

Bahan di atas dikutip dari sumber:
Judul Buku
:
17 Hal yang Diajarkan Anakku tentang Allah
Judul Artikel
:
Postmodernis Cilik
Penulis
:
J. Mack Stiles
Penerbit
:
Gloria Graffa, Yogyakarta
Tahun
:
2004
Halaman
:
27-34

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Design Blog, Make Online Money